Konsep
Penyucian/Pengudusan (Santification)
Penyucian atau pengudusan adalah pemisahan
untuk maksud khusus yang meliputi penyerahan diri. Dalam PL biasanya imam-imam,
nabi-nabi, bait Allah, dipisahkan untuk pelayanan lepada Allah.[1] Istilah Penyucian atau
pengudusan dalam bahasa Ibrani “qados
atau qodes” yang berarti menyucikan. Dalam Perjanjian Baru kata Penyucian
atau pengudusan “hagiazo” yang
berasal dari kata hagios yang artinya
pemisahan. Secara teologis, kata pengudusan berarti dipisahkan dan disisihkan dari
dosa atau dipisahkan dari dunia dalam arti bahwa segala sesuatu yang berasal
dari dunia merupakan bukan milik Allah, oleh karena itu harus dijadikan kudus,
dengan tujuan agar sesuai dengan sifat dan karakter Allah yang kudus. Jadi
dalam hal ini standar kekudusan manusia berada dalam tangan Allah melalui
penebusan Kristus bagi umat-Nya (I Kor. 1:13).[2]
Dasar Pengudusan
Dalam hubungan dengan pengalam Kristen
penyucian meliputi tiga dasar utama yaitu.
Pertama,
Penyucian
atau pengudusan orang percaya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
penebusan Allah bagi yang percaya. Penyucian atau pengudusan berhubungan erat
dengan tindakan Allah oleh Roh Kudus yang menyucikan seluruh hakikat hidup
orang berdosayang telah berbalih dari dosa dan bertobat serta berpaling kepada
Allah.
Kedua,
Penyucian
atau pengudusan adalah tindakan dari Allah yang oleh kebaikan dan kasihNya, Ia
memisahkan orang percaya bagi dirinNya, meneguhkan serta menandai mereka
sebagai milik-Nya yang kekal (1 Tes. 5:23; Ibr. 13:20-21).
Ketiga,
Penyucian
atau pengudusan adalah karya Roh Kudus yang meneguhkan persekutuan orang
percaya kepada Allah didalam Yesus Kristus.[3]
Tujuan Pengudusan
Berkenan dengan tindakan Allah yang
menguduskan orang percaya yang diselamatkan-Nya dari dosa perlu diperhatikan
beberapata hal.
Pertama, Penyucian
atau pengudusan secara posisi, untuk dapat lebih memahami makna
karya Kristus dalam hidup orang-orang percaya, maka secara khusus pembahasan
tersebut dapat dilihat dalam makna pengudusan yang dilakukan Yesus Kristus yang
terlihat di dalam 1 Korintus 6:11, yang berbunyi: “Dan beberapa diantara kamu
demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah
dikuduskan, kamu telah dibenarkan di dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan di
dalam Roh Allah kita.”
Pertama, kata
“disucikan”. Didalam Alkitab Yunani kata “disucikan” merupakan terjemahan dari
kata apelousasthe (άπελούσασθε). Berasal dari kata dasar kata kerja “apŏlŏuō (άπολούω)”
artinya “mencuci atau membersihkan secara total atau lengkap”.[4]
Vine, juga menjelaskan sebagai, “penebusan dalam kepenuhan, pembersihan,
pembuangan atau secara spesifik dalam kekristenan memiliki arti penyelamatan,
pembebasan, penebusan”.[5]
Berkaitan dengan istilah pengudusan, maka Perjanjian
Baru memandang Yesus sebagai pribadi yang memberi hidup-Nya sebagai tebusan
bagi orang-orang banyak. Yesus memberikan nyawa-Nya untuk menebus manusia
(band. Mat. 20:28; Mark. 10:45; I Tim. 2:6; Tit. 2:6), tujuan-Nya adalah untuk
mewujudkan pembebasan yang sudah lama dinantikan (Luk.1: 68; 2:38; 24:21). Dan
sehingga didalam diri-Nya semua umat manusia memperoleh penebusan (Rom. 8:23;
Ef . 1:7; Kol . 1:14).
Orang yang sudah ditebus pasti memperoleh kebebasan.
Kebebasan tersebut telah memerdekakannya. Segala ikatan yang sebelumnya
membelenggu, terlepas tanpa tersisa sedikitpun. Demikian juga manusia yang
terperangkap dalam kuasa dosa. Manusia tidak dapat menolong dirinya sendiri.
Supaya dapat tertolong, maka manusia memerlukan seorang penolong, dan penolong
tersebut hanya di dapat melalui pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib.
Dengan demikian, sebelum manusia memperoleh penebusan
melalui darah Kristus, maka manusia tidak dapat menerima pengudusan dari Allah.
Hal ini disebabkan karena dasar dari pengudusan adalah menerima terlebih dahulu
penebusan dan pembenaran melalui darah Kristus yang tertumpah di kayu salib,
dan penebusan ini menjadi dasar dari tindakan Allah untuk menguduskan
orang-orang percaya secara posisional (positional sanctification).
Salib Kristus menjadi standar bagi penebusan hidup
setiap umat manusia, yang secara khusus hanya berlaku bagi orang-orang yang mau
percaya. Di saat mengaku percaya, di saat itu juga ditebus, dibenarkan dan
dikuduskan dalam Kristus Yesus secara posisional.
Kedua, kata
“dikuduskan”. Kata “dikuduskan” dalam nats ini merupakan terjemahan dari kata
“hegiasthete (ήγιάσθητε)” yaitu dari bentuk kata dasar kata kerja “hagiazō
(άγιάζω)” artinya “membuat suci, kudus.[6]
Kata ini berkaitan dengan segala sesuatu dengan apa yang dilakukan oleh Yesus
Kristus dalam kehidupan umat berdosa, secara khusus dalam hal penebusan dan
pembenaran umat berdosa.
Jelas bahwa dasar pengudusan seseorang adalah apabila
sudah percaya dan ditebus melalui Yesus Kristus, oleh karena Yesus Kristuslah
yang mengatur pemisahan untuk bagian milik Allah dengan tujuan supaya manusia
yang sudah dipisahkan dan dikhususkan untuk Allah memiliki persekutuan kembali
dengan Allah.
Thiessen dalam bukunya teologi sistematika mengatakan
bahwa Kristus diperhitungkan sebagai kekudusan orang percaya,[7]
artinya bahwa supaya manusia dapat menerima pengudusan tersebut manusia harus
terlebih dahulu menerima pengampunan yang disediakan Allah bagi manusia yang
sudah tersedia dengan jalan mau bertobat dan menerima penyucian melalui
penderitaan Yesus Kristus (Luk. 24:46-47).
Ketiga, kata
“dibenarkan”. Kata “dibenarkan” merupakan terjemahan dari kata “edikaiothete
(έδικαιώθητε),” berasal dari kata dasar kata kerja “dikaioō (δικαιόω)” artinya
“membenarkan atau dijadikan benar”.[8]
Pembenaran adalah hal yang dikaitkan dengan keberadaan hidup manusia yang
diselubungi oleh satu kuasa yang bertentangan dengan hidup yang benar, suci,
kudus, yang senantiasa melakukan pelanggaran dan kejahatan serta kehilangan
kemuliaan Allah (Rom. 2:23; 5:6-10; Ef. 2:1-3).
Keberadaan manusia yang bertentangan dengan hidup yang
benar, kudus dan suci, memerlukan suatu perubahan ataupun pembebasan. Perubahan
atau pembebasan yang dimaksud hanya dapat diperoleh dari tindakan Allah di
dalam Yesus Kristus yang mau menganggap dan mempertimbangkan manusia berdosa
sehingga menjadi benar, membenarkan manusia sehingga manusia menjadi layak
dalam pandangan Allah.
Dengan demikian, segala sesuatu yang menyangkut umat
manusia yang berdosa, telah dipulihkan oleh Allah. Allah telah memulihkan
manusia sehingga manusia yang berdosa mendapat kesempatan kembali untuk
memiliki hubungan yang indah dan harmonis dengan Allah. Oleh sebab itu, supaya
setiap orang mendapatkan pengudusan secara posisi, maka manusia berdosa harus
terlebih dahulu menerima penebusan melalui darah Kristus yang tertumpah di kayu
salib, dan harus mengaku bahwa hanya Yesus Kristus yang sanggup menyelamatkan
manusia yang berdosa. Dengan mengaku percaya dengan segala apa yang telah Yesus
Kristus kerjakan, maka kemudian disaat itu Allah akan langsung bertindak untuk
membenarkan orang percaya tersebut menjadi milik Allah dan sekaligus
menguduskannya.
Mengenai teks dalam I Korintus 6:11yaitu penempatan
kata kerja “dikuduskan” sebelum kata kerja “dibenarkan”, dalam hal ini The
Wycliffe Bible Commentary menguraikan bahwa penyebutan soal dikuduskan
sebelum dibenarkan bukanlah persoalan, sebab yang dimaksudkan oleh Paulus
adalah kebenaran yang menyangkut kedudukan. Semua kata kerja ini mengacu kepada
hal yang sama dengan penekanan yang berbeda yang pertama menekankan kepada
pembersihan orang percaya, yang berikutnya menekankan kehidupan baru.
“dibenarkan” disebut terakhir sebagai klimaks yang cocok bagi argumentasi tentang
mencari keadilan dari orang-orang yang tidak adil.[9]
Maksudnya yaitu bahwa pengudusan dan pembenaran ini dikaitkan dengan posisi
seseorang. Seseorang yang sudah mengaku percaya dan telah ditebus melalui darah
Yesus, harus terlebih dahulu dibersihkan, dipisahkan dari hal-hal yang tidak
berkenan kepada Allah dan sekaligus menerima pembenaran dari Allah yang
sifatnya cuma-cuma. Manusia terlebih dahulu menerima penebusan yang telah
disediakan di dalam Kristus yang kemudian oleh karena percaya bahwa darah Yesus
sanggup membersihkan semua dosa maka seketika itu dibenarkan sehingga menjadi
seperti keadaan yang mula-mula.
Kedua,
Penyucian
atau pengudusan secara pengalaman. Setiap orang yang sudah dikuduskan
secara posisi memiliki status yang sudah terjamin di dalam Kristus. Statusnya
dinyatakan terjamin karena dasar pengudusan secara posisi yang telah ia peroleh
berdasarkan iman dan percaya di dalam Kristus. Namun meskipun demikian bukan
berarti pengudusan secara posisi yang telah diperoleh oleh orang-orang percaya
akan berhenti sampai disitu saja, akan tetapi secara terus menerus orang
percaya akan mengalami proses pengudusan.
Proses pengudusan yang dialami oleh setiap orang
percaya setiap harinya sesuai dengan pengalaman hidup sehari-hari. Proses
pengudusan inilah yang disebut dengan pengudusan secara pengalaman (progressive
sanctification).
Pengudusan secara pengalaman adalah penting. Dikatakan
penting oleh karena selama hidup di dunia, orang-orang percaya tidak pernah
terlepas dari setiap dosa dan pelanggaran dihadapan Allah. Hal ini memberi arti
bahwa orang-orang percaya yang sudah disucikan secara posisi belum mendapat
penyucian secara sempurna. Pengudusan secara pengalaman meliputi partisipasi
dan tanggung jawab penuh dari orang-orang percaya. Rasul Paulus berkata oleh
karena orang-orang percaya telah dikuduskan dalam Kristus Yesus, maka
orang-orang percaya telah memiliki janji-janji Allah dalam hidup mereka. Oleh
sebab itu orang-orang percaya harus menyucikan dirinya dari segala pencemaran
jasmani dan rohani sehingga menyempurnakan kekudusan tersebut dengan takut akan
Tuhan (2 Kor. 7:1).[10]
Ketiga,
Penyucian
atau pengudusan akhir. Seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, pengudusan
yang dialami oleh orang-orang percaya bukanlah sesuatu yang instan akan tetapi
pengudusan ini merupakan pengudusan yang terjadi secara terus menerus
(Progressive Sanctification), berlangsung sampai pada tibanya pengudusan yang
sempurna (Final Sanctification).
Namun dalam hal ini, Proses pengudusan yang dialami
oleh orang-orang percaya berlangsung hanya selama hidup di dunia. Selama jiwa
atau roh terbungkus oleh tubuh yang fana. Setelah orang-orang percaya meninggal
atau mengalami kematian fisik, maka proses pengudusan, baik pengudusan secara
posisi maupun pengudusan secara progresif yang dialaminya secara otomatis
berhenti, tinggal menantikan pengudusan akhir (Final Sanctification).
Penyucian atau pengudusan akhir ini berkaitan
dengan Eskatologi yaitu kedangan kedua Tuhan Yesus, hal ini berarti kedewaan
atau kesempurnaan total disaat Yesus kembali yang akan mengubah tubuh yang hina
ini menjadi serupa dengan dengan tubuhNya yang mulia (Flp. 3:20-21). Konsep ini
bisa dikatakan konsep pemuliaan atau glorification.
Komentar
Posting Komentar