Baca: Habakuk 2:1-5
"Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3)
Siapa pun orangnya jika disuruh untuk menanti sesuatu pasti merasa bosan, jenuh dan tidak lagi sabar. Dalam segala hal kita maunya serba instan, lalu muncullah istilah makanan cepat saji. Kita tidak mau menanti, apalagi dalam kurun waktu yang lama, sedangkan mengantri yang cuma membutuhkan waktu beberapa menit saja kita tidak mau. Bahkan budaya antri belum terbentuk di negeri kita ini. Perhatikan dalam kehidupan sehari-hari: ketika jalanan padat merayap atau macet banyak sekali pengemudi yang tidak mau sabar atau antri, mereka saling serobot, berani melanggar marka jalan dan membunyikan klakson tanpa henti. Di lampu merah sekali pun mereka tidak sabar menanti meski cuma beberapa menit. Tak jauh beda ketika mengantri di kasir atau loket pembayaran, tanpa rasa bersalah ada saja orang-orang yang menyerobot antrian.
Rasa tidak sabar menanti dan menginginkan sesuatu secara cepat juga terjadi pada Abraham. Ketika berumur tujuh puluh lima tahun Tuhan berjanji kepada Abraham bahwa ia akan menjadi bangsa yang besar. "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya...Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Kejadian 15:5). Namun setelah menunggu waktu 10 tahun lamanya Sara (isterinya) belum juga mengandung Abraham pun menjadi tidak sabar, akhirnya ia pun mengikuti saran isterinya untuk menghampiri hambanya, Hagar (baca Kejadian 16), yang akhirnya melahirkan seorang anak yaitu Ismael, tetapi Ismael bukanlah anak perjanjian. Karena kurang sabar menanti janji Tuhan Abraham nekad mengambil jalan pintas walaupun akhirnya Tuhan menepati janji-Nya: Sara mengandung dan melahirkan Ishak baginya sebagai anak perjanjian. Abraham harus menunggu selama dua puluh lima tahun!
Tuhan mengijinkan Abraham menunggu dalam waktu yang cukup lama karena Ia sedang membentuk dan menguji imannya, sampai akhirnya ia layak dan pantas untuk disebut bapa dari semua orang beriman.
"...Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2)
Komentar
Posting Komentar